Senin, 29 September 2014

NU dan PILKADA LANGSUNG

NU dan PILKADA LANGSUNG




Oleh: Agus Maryono S Ag

Salah satu topik yang menjadi perbincangan cukup hangat di tengah ramainya pro kontra RUU Pilkada Langsung/tak Langsung kemarin adalah tentang perbedaan pendapat antara PKB dengan NU. NU secara resmi memutuskan Pilkada dilaksanakan secara tidak langsung sesuai keputusan Munas PBNU dua tahun silam. Sementara sikap Politik PKB jelas memilih Pilkada Langsung.

Sebagaimana diketahui pula bahwa PKB adalah parpol milik warga NU yang lahir secara resmi dari rahimnya. Oleh karna itu tidak berlebihan kalau PKB mengusung jargon “Dari NU untuk Bangsa”. Walaupun realitas tersebut memang sulit dibantah namun banyak pula yang menentang terutama adalah kader-kader NU yang berada di rumah politik selain PKB.

Yang banyak dipersoalkan oleh orang-orang NU terutama yang berada di luar PKB adalah mengapa keputusan politik PKB dalam hal RUU Pilkada kemarin tidak sejalan dengan kemauan Kyai-kyai NU. Bukankah PKB adalah alat politiknya NU , mengapa berani berbeda dan berseberangan dengan fatwa besar PBNU.

Antara PKB dengan NU memang sulit dipisahkan. Kalau saya mengibaratkan sebagai dua sisi mata uang antara PKB dengan NU. Satu tapi dua, dua namun satu. Pemilihnya adalah 99 persen kaum Nahdliyin. Namun demikian sebagai lembaga yang terpisah, antara PBNU dengan PKB memang berhak membuat keputusan sendiri-sendiri sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.

PKB sebagai parpol semua keputusannya tentu saja bermotif politik dengan melihat situasi dan kepentingan besar visi politiknya. Sementara NU sebagai Ormas Agama juga demikian, fatwanya adalah bersifat non-politik , termasuk ketika menghasilkan rekomendasi Pilkada tidak langsung itu. Namun demikian semua keputusan PKB sejauh ini saya masih melihat sejalan dengan visi besar NU , bagaimana bisa menjadi Rahmatan Lil’alamin khususnya untuk Bangsa Indonesia dengan landasan Ideologi ASWAJA . Ideologi Islam yang salah satunya mengajarkan sikap toleran di Tanah Air ini.

Hanya yang sering tidak bisa dipahami oleh semua orang termasuk orang NU sendiri adalah bagaimana strategi dimainkan oleh keduanya yang sering-sering nampak berlawanan, terutama dalam hal sikap politik. Padahal sejatinya tidak, dan ini adalah bagian dari kedewasaan politik Nahdliyin yang sudah cukup lama mengenyam pendidikan demokrasi dan pluralitas sebagaimana diajarkan oleh Guru Besar , KH. Abdurrahman Wahid.

Kalau harus jujur, PBNU kemarin bersifat pasif dan tidak pernah sedikitpun memberikan penekanan ataupun intruksi resmi kepada PKB agar memilih opsi Pilkada Langsung.

Mengapa, karna para Kyai NU sudah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada para politisi PKB bagaimana memainkan peran politiknya yang tentu saja untuk kemaslahatan umat.

Yang harus digarisbawahi adalah, bahwa PBNU merekomendasikan Pilkada tidak langsujg itu motifnya adalah keikhlasan, demi kemaslahatan umat tanpa tendensi politik apapun. Dua tahun lalu tentu saja belum bisa diprediksikan siapakah parpol yang akan memenangkan Pemilu. Maka stentu saja bahwa keputusan Munas PBNU jelas tanpa kepentingan politik.

Nah motif dan niat di balik opsi langsung atau tidak langsung Pilkda dilakukan inilah yang membedakan 180 derajat dengan kelompok Koalisi Merah Putih. Opsi KMP terhadap Pilkada tidak Langsung itu 500 persen adalah kepentingan politiknya. Jauh dari keiikhlasan seperti apa yang dilakukan oleh para Ulama NU dengan keputusannya itu.

Dengan niat yang berbeda, walaupun bentuk perbuatanya sama maka hasilnya juga akan berbeda. Kemaslahatan, nilai manfaat yang akan terjadi juga pasti berbeda karna semangat yang berbeda tersebut. Dalam agama Islam, niat itu menduduki posisi yang sangat penting dalam setiap perbuatan. Baik buruknya pekerjaan bahkan dinilai dari niat atau motifasi awalnya, bukan dari rupa fisik perbuatannya saja.

Sebagai contoh, ada dua kelompok orang yang sama-sama mengajak anda pergi ke masjid. Yang satu mengajak dengan niat mau mencuri benda-benda yang bukaan haknya dari dalam masjid dan kelompok kedua mengajak ke masjid memang tulus untuk beribadah. Kira-kira apakah hasil yang diperoleh dua kelompok tersebut samakah ? Kemudian jika anda diajak untuk memilih mau mengikuti kelompok mana , walaupun sama sama ke masjid ?

Nah dalam kontek RUU Pilkada kemarin, sikap PKB tidak sama dengan hasil Munas PBNU bukan berarti melawan kebijakan para Ulama NU panutannya, melainkan adalah sikap tidak mungkin mengikuti kelompok yang semangatnya adalah dendam politik. Dalam hal apapun semangat dendam tidaklah mungkin akan menghasilkan hal-hal yang positif. Dendam hanya akan mendatangkan kehancuran yang berkepanjangan. Maka bukankah niat tulus membangun bangsa itu adalah hal yang mudah diteorikan, namun susah untuk dilakukan ? ###

Tidak ada komentar: