Selasa, 23 September 2014

POLIGAMY itu Boleh


FOTO : Iustrasi Polygami

Oleh: Agus Maryono S Ag

Poligamy memang menarik untuk didiskusikan. Banyak pro dan kontra menanggapi hal tersebut. Yang menarik lagi karena sudut pandang yang dipakai cenderung  berbeda-beda, ya walaupun itu adalah hak setiap orang untuk berbeda pendapat namun setidaknya menjadikan topik poligmy arena adu urat leher yang seru. Khususnya lagi jika perdebatan itu antara laki-laki dan perempuan. Lebih khusus lagi jika keduanya sama-sama santri (santriwan dan santriwati), heheh dijamin masing-masing menghunus senjata dalil yang sama-sama ampuh.

Poligamy mencapai tataran yang sangat ramai diperbincangkan publik saat seorang Dai dari Bandung, AA Gym, melakukannya, pada tahun 2006 lalu.Beragam komentar muncul. Kebanyakan menghujat dan menyayangkan Aa Gym. Bahkan sesama dai juga menaggapi beragam. Hajjah Lutfiah sungkar misalnya, menyayangkan poligaminya, dengan menyatakan bahwa Aa telah menyia-nyiakan kepercayaan publik penggemarnya. Ia lebih memilih egonya ketimbang menjaga perasaan jamaahnya yang mayoritas kaum hawa. Ehm.

Saya pun ikut mengkoreksi pernyataan hajjah ini yang maaf dalam pandangan penulis, terkesan pribadi banget dan menyudutkan AA Gym__ maaf bukan dalam kontek membela AA juga.  Ya,  dai yang kerap muncul di televisi  memang belum tentu memiliki kedalaman spiritual bahkan tidak jarang, maaf kelas dukun dipermak dengan sorban__kemudian disebut kyai.

Seorang agamawan sejati pastilah akan memutuskan sesuatu , iya dan tidaknya atas dasar ibadah. Ridho Tuhan yang akan menjadi acuannya, baik diperhatikan oleh manusia ataupun tidak. Baik dipuji manusia ataupun tidak dan bukan pada sikap orang lain akan setuju ataupun tidak.

Banyak pertanyaan yang diajukan kepada penulis. Bagaimana menurut anda tentang poligamy. Banyak jawaban yang diberikan menjadi kacau karena tidak pandai mencermati pertanyaan. Banyak yang mengatakan tidak setuju bahkan menentang terutama dari kaum wanita atas poligamy. Alasannya beragam, diantaranya jawaban klasik “Wanita siapa yang mau dimadu”.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut  penulis  haruslah dibedakan yakni antara poligamy dan oknum yang berpoligamy, karena akan menghadirkan jawaban yang berbeda secara tegas dari kedua pertanyaan tersebut.

Tentang poligammy boleh atau tidaknya, baik atau buruknya, secara umum sudah jelas dan tegas. Al-Quran membolehkan bahkan memerintahkan. Tidak mungkin kebolehan poligamy akan dibantah. Tak ada satupun pendapat agama yang boleh mengkoreksi al-Quran. Siapa yang akan menganulir perintah dan kebolehan dari Tuhan ? Jadi tentang syariat Poligamy jelaslah sudah final, boleh. Dan pasti setiap hukum al-Quran , Hukum Tuhan yang menyatakan boleh pasti juga karena ada kebaikan di situ.

Namun lain halnya ketika pertanyannya bagaimana menurut anda kalau si A, Si B dst berpoligamy ? Jawabannya akan sangat  beragam sesuai konteks si fulan  dalam berpoligamy, apakah telah memenuhi syarat-syarat yang diberlakukan agama ataukah belum. Jawabannya bisa boleh , bagus, haram, sunah , makruh dan lain-lain, tergantung niat dan motifasinya masing-masing.

Kalau sekedar adil dalam konteks lahir, mungkin sangat mudah ditempuh dan bisa diukur dengan mata telanjang. Setiap orang yang mempunyai penghasilan cukup akan bisa melakukannya. Namun benarkah dia bisa bertangung jawab terhadap keduanya secara benar lahir dan bantin ? (tanggung jawab batin dalam arti yg luas..bukan biologis semata) yakni  lebih pada kebutuhan esensial  ruhaniah menuju kebahagiaan akhirat , ini yang terpenting.

“Karena harus diingat dan kita renungkan bersama, tanggung jawab terhadap istri, anak-anak, keluarga sabagai seorang muslim tentu tidak hanya sebatas pada pemenuhan materi tetapi juga kebutuhan hidup setelah ini.“Quw, anfusakum wa-ahlikum naro” (Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka). Ini perintah-Nya dalam kitab Suci al-Quran.

Jika seseorang dengan istri pertama bisa menjalin hubungan dengan baik, anak-anaknya juga terbukti telah menjadi anak-anak yang baik yang sholih dan shalihah atau paling tidak telah secara maksimal mendidik mereka ke arah tersebut, kemudian memiliki rejeki yang cukup, maka memutuskan poligammy mungkin bisa dimaklumi.

Tentu jika motivasinya untuk mewujudkan kembali keluarga sakinah yang lain demi kebaikan istri dan keluarga selanjutnya.Akan lebih baik lagi jika motifasi itu juga ditujukan untk mewujudkan masyarakat yang agamis secara lebih luas, tidak sebatas pada keluarga barunya. Inilah yang sebenarnya diharapakan Rasul, yang ingin bangga dengan umatnya yang banyak yang baik-baik yang shalih-shalih besok .

Tapi apabila seseorang dengan satu istri saja nggak karu-karuan , anak-anak kacau dan terlantar tanpa adanya bimbingan yang memadai maka ketika membuat keputusan untuk berpoligamy , nanti dulu lah. Walapun mungkin dia secara materi tidak ada masalah, namun mampukah Ia memikul tanggung jawab akhiratynya kelak ?

Tentu memperbaiki kondisi keluarga pertama agar baik secar agam, adalah hal paling wajib pertama yang harus dilakukan. Jadi niat adalah segala-galanya sebelum memutuskan perbuatan agar menjadi punya arti secara ibadah. Tanpa niat yang benar maka tidak ada artinya perbuatan yang mestinya bisa menjadi ibadah.

Kalau sekedar memenuhi kebutuhan nafsu, asal melihat wanita cantik, sexi,  kemudian didekati dan dia mau diperistri kedua , ketiga dst, maka ini namanya karena menuruti hasrat biologis. Sayang sekali kalao hanya sekedar hasrat pendek.Nilai ibadahnya bisa menjadi hancur. Sebaiknya tidak merekayasa niat. Mungkin anda bisa saja berargumentasi, siapa tahu dengan beristri lagi bisa menjadi menambah kebaikan.

Namun harus diketahui niat tempatnya ada di hati anda yang muncul pada awal anda akan memutuskan suatu keinginan. Itu yang dikatan niat sebenarnya, yang akan dinilai sebagai sah dan tidaknya, baik dan buruknya keputusan anda di hadapan Tuhan. Bukan argumentasi di belakang itu , walalupun argumentasi itu dibalut dengan segudang dalil manis dan kuat.

Tulisan ini baru sebagian kecil membahas tentang Poligamy.Setiap orang memiliki persoalan yang berbeda dalam hidupnya. Yang jelas bagi seseorang Poligamy mungkin saja menjadi sesuatu yg harus segera dilakukan. Namun bagi seseorang yg lain mungkin sebaliknya,sebagai sesuatu yg harus ditangguhkan atau bahkan dijauhi. Wallohu ‘alam .###

Penulis, alumni Pon.Pes. al-Ikhsan Beji, Purwokerto.

Tidak ada komentar: