Minggu, 03 Juli 2016

RSIP MILIK MUHAMMADIYAH ADALAH KLAIM SEPIHAK : Dr. LUTFI HAMIDI

Polemik Rumah Sakit Islam Purwokerto telah melibatkan para Petinggi Muhammadiyah masuk ke area Publik di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, Sekumnya dan bahkan mantan Ketum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin juga ikutan meramiakan isu rebutan RSIP ini. Siapa yg berebut, tidak lain adalah ratusan karyawan RSIP yg didukung oleh Masyarakat Banyumas dengan MUhammadiyah.

Karyawan RSIP dan Masyarakat menolak keras terhadap Muhammadiyah yang mengklaim sebagai pemilik Yayasan Rumah Sakit ini. Sementara Muhammadiyah mengatakan bahwa RSIP yang ada di bawah naungan YARSI ini adalah milik Muhammadiyah. 

Klaim Din Syamsudin dan Muhammadiyah ini diprotes  oleh ratusan karyawan RSIP dan ditindak lanjuti gugatan perdata oleh dua orang pengurus YARSI yg juga tidak setuju atas pengakuan Muhammadiyah. Karna dari dulu sejak berdiri yakni tahun 1983, hingga 2014 tidak pernah ada keterangan Muhammadiyah memiliki YARSI dan RSIP. Namun tiba-tiba 2014, Muhammadiyah mengeluarkan SK bahwa RSIP itu diaku sebagai miliknya kemudian dialihkan pengelolaannya kepada Universitas Muhammadiyah untuk dijadikan RS Pendidikan Fakultas Kedokterannya. Sebagai catatan,UMP membuka Fak Kedokteran sejak 2013, tetapi hingga kini belum memiliki RS sendiri. UMP membangun RS di atas zona hijau pada tahun 2014 sehingga ijinnya ditolak oleh Pemda Banyumas.

Sudah terlanjur menerima mahasiswa, belum punya rumah sakit ? "Akhirnya RSIP mau dijajah mentang-mentang pengrus yayasannya orang Muhammadiyah, ya kita jelas berontak. Enak sekali punya RS geratisan , kita yang sudah 30 tahun banting tulang membesarkan RSIP dari dulu Muhammadiyah tidak pernah ngurusi tiba-tiba mau ngaku..?", kata Yasminah, warga Muhammadiyah yg juga pegawai di RSIP. 

Berikut adalah tinjauan hukum atas status RSIP sebenarnya milik siapa oleh Rektor IAIN Purwokerto, Dr. Lutfi Hamidi, menanggapi atas polemik yang sedang hangat terjadi di Banyumas
_________
Akta Pendirian Yarsi Pertama tahun 1983, para pendirinya tidak ada yg mengatasnamakan Muhammadiyah.(dok.SP-RSIP)

RSIP Milik SIAPA ?

Oleh: Dr. Lutfi Hamidi  (Rektor IAIN Purwokerto)

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada empat akte otentik RSI Purwokerto dan beberapa dokumen lain yang dapat dijadikan legal standing dalam membuka tabir misteri yang bikin gerah tersebut.  

Pertama, Akte Notaris Soetardjo Soemoatmadja, no 34, tanggal 22-3-1983  Dalam akte ini, dapat diketahui bahwa inisiator dan pendiri YARSI adalah:  1. Abdul Kahar Anshori, Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Banyumas,  2. Drs. H. Djarwoto Aminoto, Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas,  3. KH Sjamsoeri Ridwan, Pensiunan Pegawai Departemen Agama,  4. Muhammad Soekardi Hasanmihardja, wiraswasta, dan  5. H. Muflich Yasmirdja, wiraswasta.  

Dari akte ini, dapat diletahui bahwa tokoh tokoh pendiri dan badan pengurus YARSI yang lain, adalah (i) aparatur pemerintahan yang karena tugas dan jabatan yang melekat padanya, harus mementingkan kepentingan bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, (ii) wiraswasta, dan (iii) hanya satu, yang benar benar berasal dari dan atas nama Muhammadiyah, yaitu Muhammad Soeparno, Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Purwokerto.  Dalam akta ini, diketahui bahwa YARSI adalah organisasi yang mandiri, bukan bagian dari atau sub ordinat dari organisasi yang lain. 

Hubungan antara YARSI dan Muhammadiyah dalam akte ini, hanyalah dalam hal  1. anggota pendiri YARSI menjamin afiliasi antara yayasan dan organisasi Muhammadiyah daerah banyumas.  2. Jika yayasan dibubarkan, sisa aset dan amal usahanya diserahkan kepada Muhammadiyah Banyumas. 

Kedua, berdasarkan akte notariat inilah, yayasan berkirim surat kepada Bupati Banyumas, melalui surat no. 26/ORG/VII/1983, tgl 1 juli 1983 untuk mengizinkan dan membuatkan rekomendasi penggalangan dana sebesar Rp 650.000.000 kepada seluruh masyarakat muslim banyumas.  Bupati mengizinkan dan membuat rekomendasi pengglangan dana sukarela kepada seluruh umat muslim banyumas; melalui Keputusan Bupati Banyumas no 466/110/83/51, dengan ketentuan infaq sebagai berikut: Untuk siswa siswi SD/MI Rp 100,- SLTP Rp 250,- SLTA Rp 750,- dan Rp 1000,- untuk pegawai negeri muslim, jamaah haji, masyarakat muslim lainnya.  Penggalangan dana tersebut, secara massif dilakukan dan karena posisi bupati sebagai pemberi rekomendasi dan pengurus YARSI kebanyakan pimpinan instansi pemerintah, penggalangan dana tersebut terkesan tidak lagi sukarela, karenanya Bupati melakukan revisi terhadap keputusan tersebut dengan Keputusan no 466/158/83/51.  Hingga akhir agustus 1986, hasil dari penggalangan dana tersebut, terkumpul Rp 151.324.884,55.  Pada tgl 5 September 1986, RSI secara resmi operasional, dibuka oleh Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk wilayah Banyumas. 

Ketiga, Rekomendasi Bupati Banyumas no 445.04.XII.51.86 terkait dengan persyaratan Rumah Sakit, secara tegas menyatakan bahwa RSI Purwokerto didirikan secara swasembada murni, yang dibiayai oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya kaum muslimin Banyumas.  

Keempat, Akte Notaris Surdjana Hadiwidjaya, SH. No 19, tgl 23-12-1986 Dalam akta YARSI kedua ini, diketahui adanya perubahan beberapa pasal, perubahan badan pendiri dan badan pengurus.  Adapun susunan badan pendiri dalam akta ini adalah:  1. Drs. H. Muhammad Musa, Dekan Fakultas Ekonomi Unsoed  2. Drs. Syamsuhadi Irsyad, Ketua Pengadilan Agama Purwokerto  3. Drs. Suhaimi, Kepala SMEA Negeri Purwokerto  4. H. Abdul Kahar Anshori, pensiunan kepala kantor departemen agama kabupaten banyumas 5. H. Syamsuri Ridwan, pensiunan kepala kantor departemen agama kabupaten Banyumas. Dalam akte ini, diketahui bahwa ketua badan pengurus masih sama dengan akte sebelumnya, yaitu, Drs. H. Djarwoto Aminoto, kepala kantor departemen pendidikan dan kebudayaan kabupaten banyumas.  

Hanya saja dalam akte ini, ada tambahan Penasehat, yang dijabat oleh RG Roedjito, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas.  Sama dengan komposisi badan pendiri dan badan pengurus sebagaimana dalam akte sebelumnya, hanya ada satu pengurus yang berasal dari dan atas nama Muhammadiyah, yaitu H. Muhammad Suparno, Kepala Madrasah Muallimin Muhammadiyah Purwokerto. 

Kelima, akte notaris Surjana Hadiwidjaya, SH no 28 tgl 21 Desember 1990.  Berbeda dengan dua akte notaris RSIP sebelumnya, pada akte notaris RSIP yang ketiga ini, ada perubahan mendasar terhadap anggaran dasar RSIP. Yaitu:  1. Mengesahkan mukadimah Anggaran Dasar dan merubah total Anggaran Dasar Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto.  2. Menguasakan sepenuhnya kepada tuan haji Abdul Kahar Anshori untuk melakukan perubahan total dalam anggaran dasar yayasan. 

Dalam mukadimah ini disebutkan bahwa Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas berkehendak mendirikan suatu yayasan yang berdasarkan Aqidah Islamiyah yang bersumber kepada Al-Quran dan As sunnah shohiehah, sehingga amal usahanya didasarkan sebagai ibadah dan mencari keridloan Allah Subhanahu Wata'ala yang digali dari masyarakat dan untuk masyarakat. Untuk melaksanakan cita-cita tersebut maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas dengan Surat Keputusannya Nomor: A-1/002/1983 tanggal 11 Jumadilawwal tahun 1403 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 23-2-1983 membentuk Badan Pendiri yang bertugas mendirikan suatu Badan Hukum yang berbentuk Yayasan.  Dalam Anggaran Dasar Yayasan seperti yang tertuang dalam akte notaris ini, lagi lagi tidak ada diktum yang menyatakan bahwa YARSI adalah subordinat atau bagian dari amal usaha Muhammadiyah.  Bahkan, dalam Anggaran Dasar Yayasan yang termaktub dalam akte notariat ini, diktum anggota Badan Pendiri menjamin afiliasi Yayasan dengan organisasi Muhammadiyah, juga ditiadakan.

Dalam akte notaris ini, juga ditiadakan jabatan Penasehat, yang dalam akte notaris kedua YARSI diadakan dan dijabat oleh Bupati Banyumas, RG Roedjito.  Dari diktum diktum yang ada dalam akta notariat ini dapat diketahui bahwa hubungan antara YARSI dengan Muhammadiyah hanyalah sebatas pada, bahwa Muhammadiyah berinisiatif untuk membentuk Badan Pendiri Yayasan saja dan manakala Yayasan yg kemudian dibentuk oleh Badan Pendiri tersebut pailit atau dibubarkan, Badan Pendiri menyerahkan sisa kekayaan dan amal usahanya kepada Muhammadiyah Daerah Banyumas.  Selain dari pada itu, Yayasan memiliki eksistensi tersendiri untuk mengelola dirinya sendiri. 

Sebagai catatan, ada beberapa hal yang patut ditelisik lebih jauh lagi. Yakni:  ()i) dalam akte notariat ini, tuan Haji Abdul Kahar Anshori, menghadap ke notaris dalam kedudukannya sebagai Ketua Badan Pendiri, padahal dalam akta notaris yang terakhir, ada perubahan anggota Badan Pendiri, Badan Pendiri nomor satu adalah Drs H. Muhammad Musa.  (ii) mengapa tuan Haji Abdul Kahar Anshori diberi kekuasaan tunggal untuk melakukan perubahan total terhadap Anggaran Dasar Yayasan, sementara masih ada anggota badan pendiri dan badan pengurus yang lain?  (iii) mengapa realitas historis yang sangat penting, bahwa YARSI pendiriannya diprakarsai oleh Badan Pendiri yang ditunjuk oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, baru ada dalam akte notariat YARSI yang ketiga, tahun 1990, tetapi tidak ada dalam akte notaris YARSI tahun 1983 dan 1986? 

Keenam, akte notaris Hj Imarotun Noor Hayati SH no 17 tanggal 9-2-2009  Dalam akta notaris yang terakhir ini, tidak ada perubahan mendasar terhadap akte notaris YARSI sebelumnya, kecuali mengesahkan perubahan Badan Pendiri menjadi Badan Pembina, dan menambah organ Pengawas disamping Pengurus.  Badan Pembina dalam akte notaris ini adalah Drs H. Syamsuhadi Irsyad, SH. MH, sebagai Ketua diabantu oleh dua orang anggota, Drs H. Muhammad Musa dan Drs H. Suhaimi.  Sama dengan akte notaris sebelumnya, tidak ada diktum yang menyatakan bahwa YARSI adalah afiliasi, subordinat atau bagian dari amal usaha Muhammadiyah, kecuali diktum yang ada dalam Mukadimah.  Bahkan dalam akte notaris yang terakhir ini, tidak ada lagi keharusan untuk menyerahkan sisa kekayaan Yayasan kepada Muhammadiyah seperti yang termaktub dalam akte akte notaris sebelumnya. 
Dalam akte notaris ini, manakala Yayasan dibubarkan maka sisa likuiditas diserahkan kepada negara. 

Lantas dari mana muncul klaim bahwa YARSI didirikan Muhammadiyah dan oleh karenanya RSIP adalah milik Muhammadiyah?  Ternyata sumbernya hanya dari  surat surat keputusan yang dibuat oleh Muhammadiyah sendiri, bukan berasal dari dokumen otentik akta notaris YARSI, yang merupakan sumber hukum satu satunya dalam silang sengketa ini. Kalau toh ada diktum dalam akte notariat YARSI terkait afiliasi dengan Muhammadiyah, sebagaimana yang ada dalam akte yang pertama, tahun 1983.  Makna afiliasi dalam diktum tersebut, sebagaimana yang telah ditetapkan pengertiannya oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas, H AK Anshori (Ketua) dan Drs. Daliman (sekretaris) di Purwokerto, 20 Juni 1989, adalah bahwa: afiliasi tidak berarti adanya campur tangan Muhammadiyah kepada YARSI dalam segala amal usahanya secara terinci, formal dan mendetail, apalagi akan menjadikan amal usaha YARSI sebagai obyek komersiil bagi Muhammadiyah.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gusmar/dr-lutfi-hamidi-rumah-sakit-islam-purwokerto-milik-siapa_5770522ddc22bd280c24216a