Bangunan Yang Runtuh
Untuk apa mendirikan bangunan yang
tinggi kalau kemudian runtuh. Sia-sia , menghabiskan biaya dan tenaga.Mengapa
diteruskan membangun bangunan yang fondasinya rapuh. Tidakkah sebaiknya
bangunan dihentikan terlebih dahulu dan memperkuat fondasi agar nantinya kokoh
dan tidak khawatir akan runtuh setinggi apapun bangunan tersebut. Kalau perlu
bongkarlah bangunan , perbaiki fondasi. Kelihatannya memang sayang bangunan
yang sudah ada harus hilang dan rusak namun demi masa depan yang lebih cerah ,
demi keselamatan para penghuninya maka pembongkaran jauh lebih baik.
Itu sebuah ibarat untuk orang yang
sedang meniti jalan spiritual. Sebelum berkiprah dengan orang banyak, sebelum
merekrut jamaah lebih banyak lagi maka lebih baik menarik diri dulu.
Tinggalkanlah jamaah anda, walupun mereka harus bubar karenanya. Lebih baik
memperkuat keimanan diri dulu sampai benar-benar kokoh, baru kemudian berada
dan membentuk jamaah kembali. Tidak usah hiraukan cacian orang yang mengatakan
anda tidak peduli terhadap lingkungan
terhadap umat dan lain sebagianya. Karena boleh jadi mereka tidak tahu tentang
spiritualitas dan step-stepnya.
Jika anda tau keterlibatan anda di
jamaah anda sebelum benar-benar memiliki keimanan yang kokoh dapat
mengakibatkan hancurnya amal anda juga membehayakan jamaah , maka saya rasa
anda pasti tidak akan sayang untuk menarik diri dulu. Dari pada amal anda harus
roboh, dari pada mereka harus ikut hancur akan ilmu dan amal yang masih
dipenuhi kemunafikan dan noda-noda riya maka tentu keselamatan jangaka panjang
bagi semuanya adalah pilihan yang bijaksana.
Sampai kapan anda akan kembali ?
Tergantung kesungguhan anda dalam meniti jalan spiritual. Bisa lama bisa juga
sebentar. Ikutlah apa yang dianjurkan dan diperintahkan guru mursyid anda.
Kesanggupan menraik diri seperti ini
memang terasa berat. Apalagi bagi mereka yang tidak paham akan lika-liku
spiritual. Dari pengalaman yang saya lihat, banyak murid-murid spiritual yang
menolak perintah guru mursyidnya untuk melakukan ini.Mereka tidak paham dan
mungkin ,menilai gurunya telah mengabaikan kepentingan banyak umat karena
memerintahkan dirinya untuk meninggalkan jamaah yang telah dibinanya
bertahun-tahun.
Maka tidak jarang saya lihat, sang
murid baru yang sudah terlanjur sering disanjung dan disebut ustad bahkan Kyai
di masyarakatnya, gagal di pintu spiritualitas. Ia menolak perintah untuk menghadiri majlis dzikirnya karena merasa
berat meninggalkan perkumpulan pribadinya. Padahal kalau mau jujur , apa buah
dari perkumpulan yang telah digalakannya selama ini. Yang malas apakah telah
berubah menjadi perajin ibadah ? Yang suka menggunjing, yang suka mengeluh akan
hidupnya, yang suka mengiumpulkan harta benda dan kemegahan yang haus pangkat
dan derajat duniawi apakah sudah berubah menjadi kehausan terhadap akhirat ?
Ataukah anda telah menyuburkan semangatnya terhadap dunia dengan jampi-jampi
doa yang anda ajarkan kepada mereka.
“Jangalah anda jual harga akhirat
yang mahal dengan dunia yang sepele dan tidak berharga”.
Perkumpulan, pengajian dan seremoni
tentu bukanlah tujuan. Itu hanya merupakan alat untuk merubah para anggotanya
menjadi lebih baik. Kalau hanya rutinitas tanpa perubahan tentu artinya
perkumpulan belum berhasil dan mencapai tujuan semestinya dalam merubah akhlak
para jamaah menjadi lebih mulia.
Apa artinya bangunan
besar kalau rapuh , bukankah berbahaya jika di dalamnya banyak penghuni yang
tidak mengerti akan kualitas bangunan itu ?
Apa artinya shalat kalau sehabis itu
anda kembali berbuat mungkar. Apa artinya puasa kalau setelah itu anda berpesta
pora ? Apa artinya anda pergi haji kalau sehabis pulang anda kembali berbuat
keji ?
“Minta tolonglah anda dengan berbuat
sabar dan sholat. Tetapi ini adalah sesuatu yang berat kecuali bagi mereka yang memiliki hati yang khusuk”.
Hati yang khusuk. Hati yang
mutmainnah. Hati yang tenang.
“Ingatlah hanya dengan berdzikir
kepada Alloh-lah hati akan menjadi tenang” (al-Quran).
Kuatkanlah hati dengan memperbanyak
dzikir. Memperbanyak dzikir akan menyuburkan iman. Dan ini seuatu yang berat
kalau tidak atas bimbingan oleh guru yang yang Kamil Mukammil. Jika berjalan
sendirian terasa berat mengapa tidak meminta bantuan kepada yang telah berhasil
melalui perjalanan. Mengapa anda nekat berjalan sendiri tenpa petunjuk dan
mengapa anda merasa mampu bersama orang-orang yang lebgih buta akan perjalanan.
Mengapa anda tidak menyerahkan pada bimbingan orang yang telah sampai pada
ujung perjalanan ? .
“Bertanyalah pada ahli dzikir jika
anda tidak tahu”(al-Quran).###
Purwokerto, Desember 23, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar