Banyak
teman-teman penulis yang sewaktu belajar di Pondok pesantren sangat suka
mempelajari ilmu-ilmu kesaktian dengan segala macamnya. Dalam bahasa pondok
ilmu-ilmu ini biasa disebut ilmu kejadukan atau ilmu Hikmah. Yang paling rendah
biasanya bagiamana bisa beladiri secara otomatis hanya dengan mengamalkan wirid
tertentu. Dengan wirid tersebut nanti tiba-tiba tubuh ini bisa bergerak cepat
dengan gerakan-gerakan pencak silat atau karate seperti yang dinginkan.
Terus
terang saja pada awal penulis mondok di usia remaja, sangat tertarik belajar
ilmu seperti ini. Dan juga telah mencobanya. Bagaimana tubuh ini seperti ada
yang menggerakan sehingga terasa ringan dan berat. Ringan bergerak berat
seperti berisi besi. Dan memang lebih tepat dikatakan seperti orang kerasukan.
Tapi
untungnya tidak sampai terlanjur parah. Karena dilarang Pak Kiai ketika
tiba-tiba beliau melihat saya dan teman-teman sedang berlatih di halaman masjid
menjelang subuh. Kontan saja semua santri subuh itu dikumpulkan dan dimarahi
habis-habisan. Ia melarang keras. Alasannya dengan mempelajari ilmu-ilmu
semacam itu ngajinya bisa menjadi bodoh. Lagi pula kata pak Kiai, nanti pada
saatnya kalau sudah menguasai ilmu agama secara matang ilmu kayak begituan bisa
datang sendiri tanpa diminta.
Semenjak
itu, kami tidak pernah lagi melanjutkan latihan. Santri yang kami anggap senior
yang mengajari kami silat setrum itu juga menjadi jarang tidur di pondok.
Maklum ia bukanlah santri mukim, namun warga sekitar pondok namun kabarnya
banyak ilmu kedigjayaannya sehingga banyak santri yang terpesona ingin negmpil
imu jaduknya. Dan mungkin ikut dimarahin
pak kiai sehingga ia jarang datang ke pondok setelah peristiwa tersebut.
Kami
berhenti dari mempelajari ilmu tersebut karena mutlak larangan pak kiai. Dan
tidak tahu sama sekali seluk beluknya apa dan bagimana bahaya ilmu hikmah bagi
kami.
Seiring
perjalanan waktu yang saya lalui, kami
menjadi sadar bahwa ilmu hikmah memang mengandung resiko yang besar. Baik
secara kejiwaan maupun secara akhirati.
Secara
kejiwaan bisa mengganggu. Pengaruh khodam yang biasanya dari bangsa mahluk jin
bisa membuat fisik ini tidak kuat dan tidak jarang yang terganggu jiwanya.
Makhluk tersebut biasanya tidak sekedar menempati bagian dari tubuh kita tanpa
pamrih apapun. Apabila sekedar ngendon di tubuh saja sudah bisa membuat rasa
malas beribadah apalagi jika sampai dia meminta macam-macam demi kebohongan
ilmu yang ditawarkan. Dan pengaruh
umum orang yang menguasai ilmu ini khusunya yang tidak matang ruhaninya
biasanya cenderung emosional dan pantang tersinggung. Ia juga cenderung takabur
karena merasa memiliki ilmu kesaktian.
Secara
akhiraty bisa mengancam kita menjadi orang yang muflish (bangkrut) besok di
hari kiamat. Dia beranggapan amal-amalan wiridnya yang panjang dan banyak akan
mendapatkan pahala berlimpah kelak pada hari pembalasan. Namun bisa-bisa kosong
tanpa isi sedikitpun. Bukankah hanya amalan yang ikhlas tanpa pamrih yang akan
diterima di sisi-Nya ?
Apakah
bisa dikatakan amalan ilmu hikmah itu ikhlas kalau dalam wiridnya berharap
sesuatu ? Kalau dalam wirid dibarengi nafsu ingin sakti apakah itu bisa
dikatakan ikhlas?
Bukankah
kita sepakat bahwa amalan ikhlas adalah amalan yang murni hanya mengharapkan
ridho Alloh dibalik amalannya ? bukan karena tetek bengek ilmu kesaktian. Bukan
karena ingin diberikan rzki yang banyak. Bukan karena ingin tubuhnya tak mempan
dibacok senjata tajam. Bukan karena ingin pengikut dan santrinya bertambah
banyak. Bukan karena ingin dihormati dan seterusnya ?
“Ilahi
Anta Maqsudi wa Ridhoka Matlubi (Ya Alloh tuhanku, Engakulah yang aku maksud
dan Ridho-Mu yang aku cari ) “ demikianlah seharusnya niat di dalam hati setiap
hendak beramal kebajikan.
Para
pelaku dzikir yang istiqomah kerapkali mendapatkan karomah dari Alloh SWT,
sehingga kadang muncul keluarbiasaan darinya. Tapi perlu diingat itu semata
anugerah dan bukan karena diminta atau diniatkan mendapatkan itu dalam
melakukan amal-amalannya. Justru Karena keikhlasan-nyalah yang membuat Tuhan
memberikan semacam bonus kepada orang itu ketika ia membutuhkan.
Dan
Karomah ini biasanya tidak untuk didemokan. Karena kapan datangnya juga sang
pemilik sering-sering tidak tau.
Di
balik Karomah adalah malaikat yang tidak mungkin diatur dan dipergunakan untuk
pamer oleh manusia. Sementara di balik
ilmu kejadukan adalah jin yang sangat senang jika didemonstrasikan.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan bahwa tuhan kami adalah Alloh kemudian memantapkan dalam
hatinya maka akan turunlah kepada mereka para malaikat. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat” (Qs. Fushilat)
Malikat
akan turun kepada orang yang beramal dan berdzikir secara ikhlas. Alloh-lah
yang memerintahkan kepada mereka untuk melindungi orang-orang yang ikhlas dalam
beramal.
Maka
jika ada orang mengatakan berkhodamkan malaikat di balik ilmu-ilmu hikmah yang
dapat dipertontonkan dan didemonstrasikan jelas bohong. Tidak mungkin malaikat
dijadikan bahan mainan manusia. Dan tidak mungkin Tuhan mengirimkannya kepada
orang-orang yang beramal dg tanpa disertai keikhlasan.
Orang
duduk berdizkir berlama-lama mengharapkan ilmu-ilmu kekebalan atau semacamnya,
itu tidak ikhlas namanya. Karena malaikat hanya akan turun pada orang-orang
yang iklhas maka dalam kondisi dzikir disertai nafsu semacam itu turunlah Jin
menyertai nafsunya. Jin-jin itulah yang kemuidan menjadi khodam untuk
mewujudkan apa yang diingnkannya. Celakanya para ahli ilmu kejadukan atas
kebodohannya dalam hal ini beranggapan
bahwa dirinya hebat dan berkhodamkan malaikat. Hmmm, dekatilah ahlul kasaf maka
anda akan tau yang sebenarnya.
Maka
dari itu pula, anda harus berhati-hati dengan orang orang yang mendakwakan diri
dengan segala kepintarannya. Para wali dan ulama-ulama shalih biaanya tidak
banyak bicara apalagi bernada sombong pamer ilmunya. Kepada para ulama shalih
inilah mestinya kita meminta nasehat dan berharap berkahnya, bukan kepada
dukun, tukang ramal walapun ia berjubah dan bergamis sekalipun.
###
Banyumas,
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar